Postingan pertama aku kali ini tentang adat istiadat dan kebudayaan suku Banjar khususnya dalam upacara kematian. Ini merupakan salah satu tugas aku kuliah dulu waktu mata kuliah adat istiadat, dan sekarang aku pengen bagi ke kalian. Siapa tau bermanfaat. aminnnn ^^
okeee dari pada berlama-lama langsung aja yuuu kita ke topik pembahasan :)
Seperti
yang telah kita ketahui bahwasanya kebiasaan orang-orang Banjar di Kalimantan
Selatan ini banyak sekali dan menjadi suatu tradisi yang erat sekali dengan
pengaruh agama terutama agama Islam.
Salah
satunya saja dalam upacara kematian. Dalam upacara kematian masyarakat Banjar
unsur-unsur yang terdapat dalam kaidah Islam tetap dilakukan seperti halnya
memandikan, mensholatkan, mengkafani dan menguburkan. Namun hanya saja dalam
pelaksanaannya masih didukung oleh kebudayaan yang sangat kuat, ya seperti
upacara sebelum penguburan dan maupun sesudah dilakukannya penguburan. Hal ini
sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat
Banjar.
Maka
jika ada kematian, seluruh warga kampung datang membantu keluarga yang sedang
berkabung. Biasanya salah seorang perempuan dari setiap keluarga datang ke
rumah keluarga yang sedang berduka cita sambil membawa sejumlah beras dan
membantu untuk acara selamatan. Sementara itu, para lelakinya, membantu dalam
persiapan penguburan.
Seperti
pengalaman saya sendiri dalam upacara kematian di keluarga saya. Kebetulan keluarga saya mama dan bapa lahir dan besar di Barabai, meskipun saya lahir dan besar di Marabahan (bakumpai). Tapi kebiasaan daerah Barabai masih kental di keluarga kami. Pertama-tama jenazah
dibaringkan di ruang utama menghadap kiblat dan ditutupi dengan beberapa helai
sarung bahalai (sarung panjang) untuk menutupi seluruh tubuh jenazah. Di
sekitar jenazah sudah disediakan banyak buku yassin atau Al-Quran agar pelayat
yang ingin mengirimkan doa bisa langsung mengambil dan membacanya. Tak lupa
pelayat perempuan duduk-duduk di depan jenazah sambil mengikat-ikat daun pandan
yang sudah disediakan sehingga menjadi beberapa ikat dalam satu daun sambil diiringi
dengan bacaan sholawat dan doa-doa. Daun pandan itu ditujukan untuk ditaburkan
di atas kuburan pada saat pemakaman. Selain daun pandan juga ada bunga-bungaan
terutama bunga kenanga yang direndam dalam air untuk disiramkan di atas kuburan.
Saat
proses pemandian jenazah, orang yang ditunjuk untuk memandikannya ialah
orang-orang yang alim dan mengetahui tentang tata cara memandikan mayat.
Biasanya dilakukan 3, 5 atau 7 orang termasuk salah satunya ialah keluarga dari
jenazah tersebut atau ahli warisnya yang bertugas untuk membersihkan dubur atau
kemaluan mayit.
Setelah
selesai proses pemandian, jenazah kemudian diletakkan di tempat yang sudah di
sediakan untuk kemudian di kafani. Sebelum muka jenazah dikafani pihak keluarga
boleh untuk terakhir kalinya melihat atau menciumnya dengan catatan jangan
sampai air mata kita mengenai si jenazah. Karena menurut kepercayaan di keluarga
kami apabila air mata kita mengenai jenazah atau kita terlalu menangisi
kepergiannya maka si jenazah akan merasa kesakitan atau pada saat dialam barzah
jenazah mengalami kehujanan.
Setelah
prosesi pemandian selesai maka sebelum diusung ke pemakaman biasanya kami
disuruh untuk menyusup di bawah tandu agar yang melewati tandu tersebut selalu
sehat dan panjang umur. Selain itu karena saya berasal dari daerah pahuluan
tepatnya di Barabai, kebiasaan kami saat tepat orang-orang ingin turun dari
tanah untuk menuju ke pemakaman biasanya kaum perempuan dikeluarga kami yang
lebih tua akan memasak kue surabi.
Menurut orang-orang bahari (orang zaman
dulu) kue surabi itu akan menjadi perisai atau tameng untuk menangkis apabila
malaikat munkar nankir datang di alam kubur. Mungkin dikarenakan bentuk dari kue
surabi yang bulat tipis dan agak sedikit tebal dibagian tengah sehingga persis
seperti perisai kali ya heee.... Kebiasaan kami yang lainnya ialah membagikan pakaian-pakaian
bekas dan piring atau gelas yang sering jenazah pakai semasa hidupnya kepada
orang-orang yang tidak mampu dan kepada orang-orang yang ikut dalam memandikan
mayit.
Terakhir
dalam upacara kematian ialah acara besalamatan. Yaitu acara dimana warga
kampung atau tetangga dekat berkumpul ke rumah keluarga yang meninggal.
Kemudian membaca tahlilan (dzikir) dan doa-doa untuk diniatkan/disedekahkan
kepada yang meninggal agar diampuni oleh Allah swt segala dosa-dosanya.
Biasanya dilakukan pada hari pertama sampai ketiga (maniga hari), ketujuh
(manujuh hari), ke-25 (menyalawi), ke-40 (maampat puluh hari), 100 (manyaratus
hari) dan terakhir behaulan yang dilakukan setahun sekali tepat saat
meninggalnya seseorang.
Saat
besalamatan dihari pertama sampai ketiga biasanya keluarga kami akan mengundang
santri-santri dari pondok untuk diminta membacakan Al-quran sampai khatam untuk
disedekahkan pada keluarga yang meninggal. Kemudian dalam acara manyaratus
hari, bagi orang-orang Banjar dianggap sebagai yang terpenting. Oleh karena itu
dalam acara tersebut setiap keluarga akan berusaha untuk menyelenggarakannya
secara lebih besar ketimbang hari-hari biasanya.
Dari
upacara kematian ini dapat kita ambil sebuah nilai sosial yang bisa kita
jadikan sebagai acuan atau pedoman hidup. Yaitu nilai-nilai kegontong royongan,
kemanusian dan religiusnya.
Nilai-nilai
tersebut tercermin dari sikap warga sekitar kepada keluarga yang berkabung.
Tanpa diminta semua warga masyarakat bergontong royong dan salin membantu dalam
prosesi upacara kematian.
Namun
saya sedikit merasa heran dari segi kebiasaan kami sendiri apabila orang-orang
mulai turun tanah untuk membawa jenazah ke pemakaman, kaum wanita dari keluarga
yang berkabung asik untuk membuat kue surabi. Memang niatannya baik dengan
tujuan semoga kue surabi itu bisa menjadi tameng/perisai bagi yang meninggal
ketika datang malaikat munkar nangkir. Sekaligus untuk di sedekahkan pahalanya
kepada yang meninggal bagi yang memakan kue tersebut. Tapi tidakkah lebih baik
kita sebagai keluarga yang ditinggalkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam
itu. Kita sebagai keluarga yang ditinggalkan bisa memberikan doa atau
bacaan-bacaan Al-Quran agar keluarga yang meninggal dimudahkan kelak di alam
kubur. Menurut saya itu lebih masuk akal ketimbang kita membuat kue surabi itu,
karena kita tahu bahwa bacaan ayat-ayat suci itu sangat bagus. Tapi selama
kebudayaan tersebut tidak menyimpang dari akidah agama Islam, saya rasa tak apa
toh mungkin itu cara orang-orang tua bahari (zaman dulu) untuk membantu
keluarganya yang meninggal agar dimudahkan di alam kubur selain dibacakan
ayat-ayat suci maupun doa-doa. Yang kemudian diturunkan ke anak cucu hinga
sekarang menjadi sebuah tradisi atau
kebiasaan yang sudah melekat bagi suku banjar. ^^
0 komentar:
Posting Komentar